Sastra dan Kita

Minggu, 02 Januari 2011

Sajak-sajak Aray Rayza Alisjahbana (2009-2010)


Sajak-sajak Tahun 2009

Mawar

mawar itu menghisap angin dalam perutku
meniupkan remang cahaya
merahnya memberanikan diri tuk menghampiriku
bawakan sebutir harapan tuk aku miliki

aku membuka hati
mencoba dekat dan terus mendekat
mawar itu semakin membangkitkan gairahku
aku tak kuat menahannya
aku mendekat lagi mencoba tuk menyentuhnya
memetiknya dengan rasa sayang

aduh! aduh! aduh!
mawar itu pun menusukkan durinya
sakit! sakit !sakit!
                       
Mei, 2009         


Layar Putih

malam yang dingin berembun
mengepakkan sayapnya di jari-jariku
memilah dan memilih tiupan kata indah
dari sang lubuk hati

detikan waktu kutunggu
menunggu baitan syair yang belum terbalas
lalu kata itu pun keluar dari layar putihku
tertulis untaian kata
“I  love u to”

Mei, 2009


Sepasang Merpati

senyumku berubah tangis
saat dirimu menjadi sepasang merpati,
yang duduk bagaikan raja dan ratu

wajahmu kubayangkan tak seindah dulu
putihmu menjadi hitam
hatimu tak seindah parasmu
anggunmu fana

aku terhempas jauh ke dasar samudera
melintasi luka-luka harapan
permaisuriku telah bersembunyi di balik topengnya
permataku hilang ditelan sang pujangga

asmaraku merintih perih
batinku penuh buihbuih
olehmu aku seperti batu yang terkena hujan
sekarang,
aku bagaikan komedi putar                                                                                          

Mei, 2009


Ketoprak

bumbumu menggelegar lidah
lontongmu menyatukan rasa
tahumu penambah nikmat
campur toge bangkitkan gairah
tambah kerupuk mengakhiri
perjalanannya ...

abang jiung yang lucu
meriahkan suasana makan
menjadi seru...

Mei, 2009


Musisi Cinta

kata,
kusulam kau menjadi syair
kudendang kau dengan sebuah lagu

aku mengahayati,
bakar tak berapi

11 Agustus 2009


Cendawan Langit

cantikmu mentari
kalut ku jadi redup
saat kau datang bawakan kamajaya

dirimu bak cendawan yang datang dari lengkung langit
bawakan obat penawar rancu cintaku

tak kusangka
dulu kau cabir hatiku
sekarang kau berkicau dalam sukmaku

22 Agustus 2009


Pujangga

aku bagai pujangga,
saat lentik senyummu kau tolehkan untukku

aku bagai pujangga,
bila kau selalu ada dalam dekapku

aku bagai pujangga,
seandainya ku dapati ragamu dalam jiwaku

aku bagai pujangga,
jika kau hidup dalam nadiku
abadi bersamaku

25 Agustus 2009



Perubahan

awan melintasi jalan langit
menaungi daratan meredup kelam
jauh di garis khatulistiwa
di dadaku bergelombang tanpa arah

sajakku terlepas dari hidupku
seperti ada namun tiada
jari-jariku seakan melepaskan tanggung jawabnya
menghempaskan aku yang tak berujung jua

nafasmu mulai ku tinggalkan
berganti dengan nafas yang lain
walaupun jalannya berliku
aku harus tetap mencari nafas itu

biarpun menyakitkan
tapi, akan lebih menyakitkan bila ku hanya diam
dinginku selalu berkobar menjadi panas
aku pergi,
mencari perubahan

Agustus, 2009


Dilema

saat dua hati menjadi satu
aku bingung mana yang harus ku pilih

Agustus, 2009



Teroris

teroris
begitu kejam bejad
tak waras jiwa otak
merenggut darah tak berdosa

teroris
noordin gerbong dan biangnya
aparat kalang kabut
aparat kurang salut
penggerebekan semakin surut
namun membawa maut

teroris
jalan hina apalagi yang akan kau luncurkan
indonesia gencar
menyerbu namamu

teroris
hilang satu tumbuh seribu

26 September 2009



Gempa

air mata menetes di pulau sumatra
kekuatan 7,6 skala richter menyapa kulit bumi
bangunan berjatuhan bak buah yang jatuh dari pohonnya
tak ada lagi yang tersisa
rata

darah mencari tuannya
tiada pula nyawa
                                                           
9 Oktober 2009



Ospek Mahasiswa

hidup mahasiswa...
hidup mahasiswa...
hidup mahasiswa...

lantangnya suara itu keluar menggema
seperti segerombolan srigala
jerit keringat mengakar pada kulit setiap mahasiswa
dengan laju semangat ‘45
lantang menyerukan kembali,

hidup mahasiswa...
hidup mahasiswa...
hidup mahasiswa...

Oktober, 2009


Chairil Anwar II

hatiku rapuh seperti daun-daun berguguran
jiwaku terhentak seperti terhantam ombak
imanku goyah seperti pohon terhempas topan
darahku tersendat seperti jalan tol yang macet
mata meradang, tangan menerkam
aku merasa muak dengan jalan ceritaku
seperti chairil anwar
yang kumpulannya terbuang

Oktober, 2009


Nasib Sehelai Kertas

warnamu menarik urat leher tanganku
melihatmu kosong pucat seperti bulan kesiangan
tak ada goresan luka membekas dirahimmu
aku pun membelaimu

kau hanya membisu
tubuhmu rela tertusuk jemari tanganku
semakin dalam,
semakin indah ku mengeja tubuhmu

kau menjadi hitam, biru, merah, hijau dan sebagainya
kesucianmu aku renggut

kaupun ternoda

Pontang, Oktober 2009


Kupu-Kupu Malam

dia si kupu-kupu malam
merangkak cicak mencari harta
mengobral keperawanannya
dengan bos-bos dan para preman
tiada tua-muda
sama saja

dia si kupu-kupu malam
meninggalkan luka dalam hidupnya
luka dosa
azab neraka

Pontang, Oktober 2009


Keabadian

aku takkan pernah sirna
meski mentari telah tiada
cahayamu selalu hidup di nadiku,
di jantungku

Pontang, Nopember 2009



Pelipur Lara

aku tak mengira
getahmu menjadi intan permata
suka-dukaku memiliki sayap-sayap batinmu
kau pelipur lara sayang
jika rasa ini menjanjikan
maka aku akan bersamamu dalam keabadian

Pontang, Nopember 2009



Mahdiduri

tawamu melukiskan senja
bersuka riang mengalunkan irama melodi
tubuhku bergetar menggulung asa bumi
tonggaknya menepi, merangkul jiwa sunyi
jantungku meronta, mencabik-cabik ke ulu hati
lalu ia bercerita:
tentang kejamnya dunia yang merayap, bergaris,
dan mengoyak lambung para pendengar
membiru, menderai amukan duri
mengharapkan kematian.

Pontang, Nopember 2009


Abu-abu Cinta

hijaumerah
hitamputih
kuningbiru
silverorange
jinggaungu

aku dan kamu
                 --- abu-abu

Pontang, Nopember 2009



Rakyat Miskin

dentingan pisau, garpu, dan sendok
adalah mereka menganut keegoisan
guru-guru mereka melacurkan diri di kubangan sawah
merayap, meratap tak sadar lengan kehilangan sayap
nasi meminta jadi tumpeng
lakonnya biar banyak peminatnya
kecap dan telur hidup bersama rakyat
rakyat mengigau:
‘hei, kami dapat apa?’
tak ada jaminan
nasib pun berpulang

Pontang, Nopember 2009



Mengukir Air Laut

mengukir air laut
mencari jejak-jejak ikan
di tumpukkan karang-karang
seperti mencium bau ikan asin
di atas genting kehujanan
batinku terasa surut
di telan akar maut
aku akan terus dan terus mengukir
sampai merahnya berkarat,
lenyap.

Pontang, 02 Nopember 2009


Darah Rindu

berkaca di bola matamu
melihat beribu kunang-kunang berterbangan
melukiskan kabut malam yang membisu
getir keheningan

kicauan burung terkantuk semilir angin
menjubah desir ombak menjadi kubangan awan langit
aku tak tahu,

tebasan pedangmu terbujur kaku
melilit berselimut darah rindu

Pontang, 2009



Mimbar Kematian

bumi berkhotbah di mimbar kematian
bersuara lancang
kumandang adzan

daundaun berdzikir
menyebut nama-Mu

orang-orang mengubur darah
dengan tetesan air mata
melihat dunia dan isinya
seraya berkata:
“aku takut kembali pada-Mu”

Pontang, 2009


Sajak Rembulan

Rembulan I
malam ini tak ada kabar dari rembulan
tak sedikit pun ia memberikan isyarat
bumi gelisah menunggu cahayanya
tapi rembulan
masih terdiam

Pontang, 23 Nopember 2009

Rembulan II
rembulan,
nampaknya kau sudah mulai memberikanku sedikit isyarat
namun masih gelap untuk aku baca
masih ada keraguankah di wajahmu?

oh rembulan,
jangan resahkan aku lewat airmata
air mataku sudah cukup deras mengalir ke muara,
ke samudera.
menemanimu hingga berganti senja

25 Nopember 2009


Rembulan III
malam ini cahayamu semakin meredup tak terlihat,
semakin gelap.
engkau menyuruhku melupakanmu
tak ada awan yang menutupi wajahmu
tak ada hujan yang menghalangi bibirmu
kau gelap tanpa alasan
tolong jelaskan padaku rembulan...!
jelaskan...!
atau,
aku akan membencimu
seumur hiduku.

25 Nopember 2009


Rembulan IV
oh rembulan,
aku hanya bisa mengenangmu lewat malam,
lewat cuaca, lewat puisi, lewat perih batinku.
sampai maut menjemputku…

25 Nopember 2009


Fajar Membencimu

katakatamu bergelantungan di langit
meyakinkan fajar akan tersenyum pada esok hari
menceloteh rindu, menggores di bibir waktu
bersama semesta
aku terus mengawini waktu
harta batinku raib
bisa ularmu

PKM,  Nopember 2009



Kehilangan Sebelah Sayap

aku kedatangan sepi
kehilangan sayap
dimakan rayap

sayapmu adalah energi
kehilangan sayapmu adalah sunyi,
hilanglah sudah
hilanglah...

biarkanlah aku mengepakkan sayapku sendiri
tanpa kepakkan sayapmu
aku akan bertahan meskipun hanya sebelah
hanya sebelah
sebelah
mati

PKM,  Nopember 2009

Angin

ya,
kamu cuma angin

PKM, Nopember 2009



Dirimbun Alis Tuhan

aku ingin menjadi bulu pada rimbun alis-Mu
menampar hujan yang menerpa bola mata-Mu
mata-Mu yang kanan adalah bunga melati yang selalu berdzikir
mata-Mu yang kiri adalah bunga bangkai yang selalu tersesat
dirimbun alis-Mu,
inginku berjalan menjajahi bumi
memerkosanya dengan ayat-ayat suci

Pontang, 29 Nopember 2009

Sajak Ibu

ibu,
kau adalah darah
adalah perut
adalah rahim
adalah nafas
adalah jejak
adalah langkah
adalah jerit
adalah tangis
adalah pahit
adalah manis
adalah siksa
adalah luka
adalah hidup
adalah mati
adalah surga


Tangerang,  Nopember 2009


Di Penghujung Tahun

jejakku menepi di penghujung tahun
kemarau murung, hujan tersenyum
apa yang telah aku lakukan pada alam,
hingga ia menangis ?
aku merenungi waktu yang kini telah berkarat
bercermin kembali ke masa silam
masa lalu berganti
fajar berlayar lagi

Pontang,  22 Desember 2009



Kehilangan

kenapa cinta kita tak bisa bebas seperti burung-burung menari di udara,
kenapa cinta kita selalu terkurung dalam sangkar
tiadakah tempat untuk kita,  agar kita bisa menari seperti gasing,  yang berputarputar dengan sekencangkencangnya, 
ingin sekali kuluapkan emosi batinku yang selalu tercekam oleh getirnya kehidupan,
kamu, kawanmu dan sekelilingmu adalah badai yang mencabik-cabik tubuhku,
kalian hanya bisa tertawa dengan jeritan darahku
tidakkah kalian tahu di batinku terkumpul gumpalan api yang  berkobarkobar,
aku ingin menghantam kalian
aku ingin membungkam kalian
tapi,
ah, aku tak bisa
aku hanya sendiri
aku takkan bisa melawan kalian
aku pun meredup sendiri dengan ketabahan
dan cintaku, berakhir dengan tangisan
Pontang,, 25 Desember 2009


Luka Mawar
 : untuk bintang malam

mawar,
sudah bosankah engkau lukai jemariku?
hingga kau tega tusukkan durimu pada wajahku
kau menari-nari di atas pundakku
dengan mawarmu yang terbentang
kau taburkan durimu dengan lembut
lembut sekali
menyakitkan!

Pontang, 26 Desember 2009



Sajak-Sajak Tahun 2010

Air Mata  Awan

aku bukanlah malaikatmu lagi
yang bisa menari-nari pada tawa senja
aku adalah awan hitam yang terbungkus perih dilangit
bertahan agar air matanya tak jatuh ke bumi
terus kuterbang melayang
mencari tempat dimana akan kujatuhkan
air mata ini
biarkanlah masa laluku menjelma abu
melebur bersama waktu

Pontang, 01 Januari 2010


Ada Kucing Mati

ada kucing mati
menjelang pergantian tahun baru
aku di pinggir jalan menatapi roda-roda
yang berjalan menuju kota
sebelumnya aku melihat kucing itu
tercium ban depan motor
gubrakkk!!
dia melompat-lompat seperti kuda lumping
makan beling,
dengan satu kaki yang terangkat dia menggeleng-
geleng,
seperti orang mabuk,
mabuk kepayang
dia terhenti
sekarat, mati
aku mengambil cangkul
bersiap menidurkannya ditempat yang layak
kudapati di depan sekolah
kugali dan terus kugali
ia seperti terlihat menangis walaupun sudah mati
tanahnya basah sebasah air mata kucing itu
kulihat darah mengucur dari kepalanya
kucing itu gegar otak, sudahlah
aku pergi
merenung.
seandainya kulihat itu pada manusia
aku tak bisa berkata apa

Konter Pontang,  01 Januari 2010



Penyair Komersil

sssstttttt...!!!
ada penyair dikampusku,
sajak-sajaknya berceceran di perpustakaan
pun dimedia massa, katanya.
dia penyair bersayap
tingkahnya yang seperti burung manyar
membikin mahasiswa tergelitik ngilu
ia penyair yang cukup handal
walau komersil

Januari 2010





Memeluk Angin

ingin kupeluk angin
meski hanya sebentar
namun bagaimana kuharus memeluknya?
dia angin nakal
yang selalu berjumpritan di udara
dia angin centil
yang menggoda musim dan cuaca
aku kejar dan tangkap ia dengan jaring
tembus...
aku kejar dan tangkap ia dengan tangan
luka...
aku kejar dan tangkap ia dengan cinta
nyawa...
aku berhenti
mati...

Januari 2010



Di Negeriku Telah Datang Musim Hijau

di negeriku telah datang musim hijau
berjejer di sepanjang bibir jalan
warnanya yang masih muda
menarik tawa mata yang menatap
tubuhnya berdayun-dayun
tersenyum ria menghiasi alam yang menggigil
mereka sedang bermain dengan angin
dengan tangisan awan yang mengucur lembut
perlahan beringsut

Pontang, Januari 2010




Sinar

: Untuk ia yang semangat berjuang menapaki hidup

sinar,
teruslah engkau bangkit
meski cahayamu hanya bisa bertekuk lutut tak berdaya
teruslah engkau berenang
meski harus menyelami lautan derita
teruslah engkau menyala
meski sesekali kau meredup dengan jeritan
kau adalah ruh bagi cahayamu
yang dulu mengandungmu
menyusuimu, merawatmu, dan membesarkanmu
dengan letih menyerpih

kau harus kuat sinar!
kau harus kuat!

Pontang, Januari 2010


Sajak Pendangdut

geyal-geyol pinggulnya seperti ular kobra
menari-nari mengikuti alunan setiap lekuk irama nada
merayu-rayu, mencumbu lensa mata para elang
tubuhnya diselimuti malam yang gigil
namun bernikmat kehangatan bagi setansetan
para lelaki mengguyurkan lembaran-lembaran setannya
sepeser...
dua peser....
ah seolah yang di rumah
sudah di gulung dari peredaran bumi,
lupa.
panggung di bor dengan pantat iblis
yang dibawah melotot meringis
para lelaki dibius dengan bisanya, semakin tajam bisa itu semakin tajam pula guyuran lembarannya…
mereka adalah penikmat sajak pendangdut yang eror!
tak punya hati dikala istri minta upah gaji
tak ada penat dosa yang merangkul di benak mereka
hanya kekosongan kentut bau itu yang mendekap hati mereka
ah, aku ini hanyalah pembual iseng
apa urusanku dengan iblis itu
toh aku adalah aku yang memang suka dangdut
bukan sajak pendangdut (“)

22 Januari 2010



Sajak Cinta Bodoh

sedari dulu aku memahat tubuhnya dengan kata
entah berapa lama hingga jantungku meronta
cepat katakan padanya!
jangan terus kau ukir dalam hati!
hingga darahku terus mengalir deras
pun
kakiku yang terus melaju kencang
kencang sekali
seperti roda belakang mengejar roda depannya
mengikuti arus jejal nadamu sampai aku mati

22 Januari 2010


Layar nakal

entah kenapa aku gelisah
saat tubuhku penuh dengan bentolanbentolan beracun
aku tak bisa bersenam jari malam ini
si layar nakal enggan berbagi dengan lampulampu neon
mungkin ia ingin sendiri menunggu pagi yang bisa berbagi
aku benci malam ini
langkah jariku sepi tak berbunyi
hampa tanpa meremas tubuhmu
kaulah tempat segala keluh kesahku
hingga berbuah imajinasi

Januari 2010



Alm. Moch. Wan Anwar
Sajak Secangkir Kopi

setiap malam
secangkir kopi kau teguk menjadi imaji
pendongkrak kebisuan mata di gelagat cahaya rembulan
sebungkus rokokmu selalu setia menemani gigilnya malam
kau si penyair
terus saja mengukir
jemarimu melangkah menyetubuhi lekuk indah huruf-huruf
yang bergentayangan
kau menyulap kata menjadi sajak
menyulap benci menjadi rindu
kini,
secangkir kopi kehilangan jasadmu

Januari 2010


Rindu

kau adalah buku sastra yang berjalan
terus menjajahi bumi yang kau pijak
kapan pun, dimana pun
bibirmu selalu bergumam sastra dan sastra
matamu adalah sepasang mata elang
yang menatap aku, kita, mereka, banten, pun indonesia
jejak-jejakmu bersemayam di pelabuhanku
sajak-sajakmu berjalan-jalan di kampusku
ruangan yang biasa kau singgahi kini hanya menjadi abu
celotehanmu hanya menjadi bayang-bayang
dalam kerinduanku 

Januari 2010



Sepasang Maut

ada apa dengan sepasang maut?
yang kau ukir dalam lembaran tubuh pucat itu.
ada apa dengan sepasang maut?
sampai izrail benarbenar menjemputmu.

Januari 2010







Elegi Kematian

di kediamannya,
aku menatap wajah yang sudah bisu dan kaku
air mataku berlarilari ke dalam air matanya
air matanya mengusirku:
“pergilah kamu! jangan tangisi aku!”

Januari 2010



Diakhir Jasadmu

diakhir jasadmu
aku melukis surga

Januari 2010



Janji Embun

jika embun tak lagi berjanji
maka ia pun tak akan memberi kabar pada mentari

Pontang,  27 Januari 2010


Musim Ini Membunuhku
:Zakia

setelah beberapa kali aku gugur oleh musimmu
masih adakah musim semi yang kau beri untukku?
bila memang tak ada
biarkan waktu membunuhku

2010


Sajak Derita Anak Jalanan

Baginya langit adalah atap
dan bumi sebagai alas
dia berjalan di aspal kehidupan
melewati jejal terik mentari
mencari sesuap butiran putih


2010



14 Februari

ada apa dengan 14 februari,
yang membuat gencar candu kasih
kado-kado para remaja bergentayangan
mengikuti hasrat,
mengikuti rambu-rambu setan ataukah malaikat
pun
dengan orang-orang senja
yang tak kalah berdendang
mereka bilang: ”horee... happy valentine!


Santo Valentinus

katanya hari ini,
hari ketika burung-burung berbicara
pada malam, tentang cinta
tentang kekasih
membawa rembulan terbang ke Roma
mari mengenang santo,
santo sang pastur
ah,
tak banyak dari burung-burung itu
mengubah malam menjadi kelabu
sejenak,
burung-burung berhenti
bersinggah di bawah bulan yang menatap
saling berbagi kasih
bercumbu di pohon-pohon iblis


Tak Hanya Hari Itu

tak hanya hari itu aku mencintaimu
sudahlah jangan kau ikut-ikutan
dengan latar belakang budaya yang berbeda
ia sudah merasuk pikiran umat manusia

cintailah aku setiap musim
aku ingin selalu bersemi bersamamu
aku ingin selalu jadi kumbang
yang selalu singgap pada bungamu

aku tak ingin menunggu waktu,
karena waktu adalah pedang


Polemik Pink dan Hitam

pink,
katakan pada hitam
kau adalah cinta
adalah warna yang bernyawa

hitam berkata,
tak selamanya pink adalah cinta
pink terkadang durjana
tak jarang kau bawa cinta pada hina

pink, kau begitu seksi
aku hitam, adalah jantan.

Tapi aku tak ingin bercinta.



Surga Ibu

meski usiamu di ujung tanduk
engkau masih tetap berlayar di lautan kehidupan
pengorbananmu adalah segenggam doa
mengubahku kelak menjadi manusia yang mempunyai warna
seperti pelangi

sepanjang jalan hidupmu
kau selalu menimang
menggendongku saat malam menangis
saat hujan telah berbisik di telingamu

jika kelak aku menjadi pelangi
aku akan membalasmu
menggendongmu
sampai ke surga

18 Februari 2010



Kutulis Puisi Untukmu

Ibu,
setiap gerakmu adalah kata
yang mengajakku untuk selalu berbagi
pada tubuh yang kehilangan huruf

tatapan matamu adalah bahasa
mengajarkanku untuk tetap berjalan
menapaki jejal gelapnya lampu hidup

maafkan aku ibu
bila anakmu masih nakal
seperti nyamuk yang sayapnya rontok

dengar ibu,
aku ingin selalu menjadi darah dalam tubuhmu
ingin selalu memelukmu sampai mentari
menyapa dari arah barat

18 Februari 2010


Mencium Bulan

Aku rindu
Ingin mencium bulan
Saat ia kesepian tanpa gairah bintang

Sudahlah bulan,
Peluklah aku!
aku juga akan erat memelukmu

meski aku hanyalah malam yang gelap
tak seperti bintang yang tawanya terus bersinar
aku akan selalu ada
meski kau tak selamanya ada

19 Februari 2010


Skenario Hidup

Hidup hanyalah sebuah fragmen
Jadilah pemeran yang baik
Layaknya main sebuah film
Ya, kita ini adalah aktornya
wataknya ada pada diri kita sendiri
Mengerti maksudku....?




 

Menatapmu Dari Tirai Gelisah

aku tak mampu menjemputmu rembulan
dari tatapan matahari
seakan begitu ganasnya ia meredam amarahnya
jika wajahmu aku kecup
jika sinarmu aku rengkuh

aku sudah terlalu bosan menelan luka
terlalu bosan mengajakmu menari di udara
wujudmu penuh keganjilan
penghianatan,

biarlah aku menatapmu dari tirai gelisahku
meski kadang topengmu berlari
bersembunyi dibalik jerujiku

Maret-Mei  2010


Pelangi Malam

kakiku tiada berpijak pada peta kehidupan
tiada arah yang dapat membelokkan napsuku
untuk mencium pelangi di malam hari

meskipun warnanya tak berpijar terang
tak mencandai gelapnya kabut malam
yang begitu tebal mengusap bulu-bulu romaku

namun tak dapat kupungkiri
aku ingin selalu menciumnya di malam hari
kadang ia ingin aku memeluknya

kau meminta aku berkata,
entah

Maret 2010


Gelapnya Negeriku

negeriku memang gelap
hanya bunyi jangkrik-jangkrik yang berdisco di kebun
hanya bunyi kodok-kodok yang berpaduan suara di sawah
tak ada cahaya yang bermain-main setelah senja selesai
mungkin hanya beberapa cahaya
selebihnya tak bernyawa
malam begitu setengah bernapas
di sepanjang sisi jalan
sepanjang aku ingin pulang
ingin terlelap tidur
seusai berperang

Maret 2010



Zakia

malam ini,
seusai percakapan kita
percakapan yang menggores mata,
telinga dan hati.

tangisanmu mendengung lewat angin malam
yang berhembus dari ventilasi jendela kamarku
meloncat ke cermin tubuh
dan memantulkan ke hati,

sayang,
aku sakit,
sakit
merasakan getaran air matamu

10 Maret 2010




Kehilangan Kata

aku kehilangan kata
sajakku terbalut dosa
gerak-gerak tubuhku
adalah kejahatan yang membius mata
para penjajah hati.

sejuta kenangan hilang
karna satu kesalahan tak pasti
sungguh hidup tidak adil
itu benar-benar tidak adil.

2010


Gadis Bermulut Api   

bila musim benar-benar telah mati
percuma,
meski mulutmu berkalajengking hitam
yang mengoyak napas alam,
matamu serupa kedua mata elang
yang menatap janji kehidupan
tapi, tetap saja musim pun akan tetap  mati
karena aku dan kamu
adalah serupa air dan api
tak bisa bersatu

11 April 2010


Lara

patutkah aku membencinya
saat dia anggap aku seperti keledai yang bodoh
kepercayaanku dia obral, dia campakkan
pada dinding-dinding yang retak
yang maha lara,
sudah terlalu banyak garam yang aku telan
pelan-pelan membuat tubuhku keropos
ingin sekali ku membawanya pada cermin
agar dia sadar, apa yang telah dia perbuat
telah membuat aku trauma pada cinta

12 April 2010

                     
Amukan  Angin

jika senja tak seindah dulu
aku harus rela jalani hidup ini
meski tanpa angin yang membawaku berjalan
mengelilingi dunianya
kadang halus, lembut, bahkan kasar
ya, memang itulah aku
aku dibawamu yang serupa angin
aku terombang-ambing mencari jawaban atas kerisauanmu
aku lihat kau tidak tenang  dengan alam disekelilingmu
aku terus bertahan dengan amukanmu yang liar
sampai akhirnya aku jatuh sendiri
tanpa kau terjang

Pontang, 14 April 2010            



Bunga Terakhir

bunga itu telah mati di tubuhku
meskipun terus saja air cinta mengalir
aroma wanginya sudah hilang ditelan musim
ditelan virus yang memberontak

Pontang,  14 April 2010



Kado Rakyat

serangan fajar tiba
rakyat di obralobral dengan  mulut buaya
ayo! dukung kami demi kemakmuran rakyat
ayo! pilih nomor ”tiiiiiit” (sensor)
rakyat kebingungan
menimbangnimbang
siapa yang akan memberi kado perak
siapa yang akan memberi amplop emas
ya ya ya...
dialah pilihanku
zaman memang sudah tercumbu oleh harta
mungkin uang sekarang bagaikan
biduan-biduan seksi
siapa yang tak mau

Pontang,  1 Mei 2010


Menyelam Pada Lesung Pipimu

aku ingin berenang 
pada lentik wajahmu yang bersejarah
mengingatkanku pada memori cuaca
ngilu.
aku tak habis pikir
lesung pipinya adalah danau iblis
memanjakan perahu yang berlayar di tubuhnya
lalu perahu itu mengukirnya dengan racun
sampai beranak.
ah, aku pikir masa lalu biarlah berlalu
saat ini aku akan menyelam
pada lesung pipi yang baru.

Negeri Pontang, 12 Mei 2010



Sajak Man Jadda Wajada
:aku=alif

wahai amak
telah kaukirimkan ruhruh doamu
pada malaikat senja
pada hembusan angin minang yang merantau
pada hembusan ombak selat sunda yang dulu
pernah kuselam
pada celah-celah ayat suci madani yang bergejolak
pada hati kawan-kawanku “sahibul menara”

apakah kautahu amak,
karenamu, aku endapkan jutaan benih mimpi di kening
aku kerutkan sebutir janji emasku bersama randai
semua kulakukan hanya untukmu
hanya untukmu
lalu kusadar
: hanya untuk-Mu

                        “Terinspirasi dari novel Negeri 5 Menara”
25 Mei 2010
Pkl. 00:42 WIB





Pahlawan Ikan Asin

Setelah berjamjam mendayuh
lerenglereng gunung yang nakal
aku berpeluh dingin pelukanpelukan mesra air asam
yang mulai membikin tubuhku banjir kecut
bersama timbal nasi pahlawan ikan asin kubersaing terjun
tak tahan  ingin cepatcepat melahap si empunya nasi
tapi ah itu milik mereka
yang kini sedang bergelut dengan gigil air mata awan
mencubitcubit bulubulu roma mereka di bukit
mungkinkah aku egois,
saat bibirbibir mereka bergetar pahit minta tolong
sedang aku disini bersantai menaruh lelahku
dengan ciuman secangkir nescafe
sembari menatap hujan yang terus mengguyur jantan
pikirku, aku bukan sedang merdeka
tapi, sesungguhnya aku pun sedang memikirkan
apa yang dilakukan hujan kepada mereka
disini aku masih menunggu

Cilboleger­­ - Pontang 30 Mei 2010


Pendekar Armada

perjalanan setapak demi setapak
kucengkram ngilu
nafas jari-jari kaki mungilku tak hentihentinya beringsut
memerah terkena gesekan sepasang karet cokelat
setia menyetubuhi jerawatjerawat gunung
berserakan.
tak lama setelah tenagaku mulai surut
terdengar gemiricik air yang mulai menyapa
panca inderaku yang peka
sekaligus kutemukan permukiman perdana
para pendekar armada yang aku buru
aku salami mereka satu per satu
lewat sorot mataku yang picik
namun mereka sepertinya enggan bertatap denganku
ah, hari ini tanagaku mulai lemah gemulai
izinkan aku bermesra denganmu malam ini
gajeboh.

Baduy Luar - Pontang 29 Mei 2009



Naga dan Gurita
:sidoardjo

empat tahun
asap naga mengepul tinggi di awan
tak pernah hentinya ia menodai keperawanan alam
sang gurita terus saja meleleh tanpa henti
meski butiran cincin sudah menghempas ke tubuhnya

taring padi berorasi, teatrikal
berteriak “kembalikan hak kami a. bakrie!”
tak ada jawaban
menangis

2010

Dialog Koran-Koran
:rekayasa

koran kabar berkata:
“woy...! ada berita terhangat nih, katanya ariel dengan luna maya
berbuat mesum.”
koran radar:
“yang bener?”
koran tempo:
 “eh, katanya sama cut tari juga yah?”
koran sindo:
“nggak hanya di gosipin sama luna dan cut tari aja,
aura kasih juga kena tau!”
koran republika:
“alaah... kalian mah ama gosip yang begituan aja langsung
nyolot...! masih banyak ah kabar berita yang harus di tulis
dan lebih penting dari itu.”
abang koran:
“yuk korannya...! dua ribu... tiga ribu...”

2010


Kamu dan Laut

haruskah aku kembali pada bola matamu yang picik?
sedang kutahu nafasmu masih berhembus mesra dengan laut
debur-debur ombaknya melahap tubuhmu, melukai bibirmu yang ungu
mungin aku adalah sebutir pasir di pesisir pantai
yang sedang menunggumu berpisah dengan laut

2010


Iblis Dunia

gelapkah hati kalian para zionis?
saat peluru kalian meradang menerjang
membabi buta kaum-kaumku
salah apa mereka? salah apa?
kalian memang iblis!terkutuk!
tak punya hati, bangsat!
biarlah  dunia ini menjadi surga buat kalian
namun kuyakin tuhan akan mengutukmu
di saat kematian datang

2010


Mesin-mesin Kota

mesin-mesin kota terus saja menjerit
meludahkan asap-asap metropolitan
sepanjang bibir jalan
berkerumunan seperti orang-orang
mengantri blt

udara di babi buta oleh polusi-polusi mesin kota
rintihan tangis jembatan seakan tak terdengar
karena tumpang tindih bobot mesin-mesin kota para pejabat,
para guru, para karyawan, para pelajar, dan para pengangguran
yang terus saja berbising di telinga

bibit-bibit virus tergumpal, melayang-layang
menerjang bulu-bulu hidung
mencabik paru-paru manusia

lantas, siapa yang bersalah dengan keadaan?
aku? mereka? atau …?

Tangerang, 07 Juli 2010


Menjadi Penyair

menjadi penyair adalah ketika sepasang mata bercengkrama
dengan lampu temaram, air, angin, tanah, darah, dan segala
rimba yang terus bergelut dalam hidup, ia pun hidup.
menjadi penyair adalah ketika senja tenggalam,
maka ia berimajinasi bahwa suatu saat nanti ia akan menjadi
tulang-belulang di tanah, di makan ulat dan cacing.
menjadi penyair adalah ketika kelamin tertindas, ia memberontak.
menjadi penyair adalah persoalan antara aku, pikiran, hati, kata,
dan kehidupan.

24 Juli 2010


Ego Kumis

andai saja aku bisa menelan mentah-mentah
wajah-wajah para pegawai pemerintah itu
mungkin aku merasa lega karena
si api telah melahapnya.
andai saja wajahku berkelebat kumis tebal,
jenggot tebal, alis tebal
mungkin aku adalah raja yang bisa dihormati,
di salami, dihargai.
tapi nyatanya, aku hanyalah sampah estafet
yang tak punya isi
salamku dianggap angin lalu saja
sedang pendatang baru di anggap sebagai uang,
makanan, gizi
aku sampah yang di lempar-lemparkan, di asingkan
di tong-tong sampah, di got-got, lalu di kubur.

aku hanya ingin bertanya:
“kapan orang yang tak berkumis dapat dihargai?”

28 Juli 2010


Mencintaimu

jadilah melati
bukan raflesia

28 Juli 2010


Karena Aku Sudah Menjadi Api

sejak aku mengenal dengan kelaminku
barangkali lampu memang tak pernah menyala
pada dinding-dinding kalbuku, gelap.
mungkin sangat gelap, retak.
aku selalu terpeleset dengan lidahku yang tak bertulang
dunia bagiku adalah sebuah id yang ngelantur
jelmaan ayat-ayat-mu hanya kujadikan
kulit kacang, bukan pohon pisang
ya tuhan, bolehkah aku meminjam bola mata-mu?
meminjam hati-mu?
ya, supaya aku tahu, siapa aku.
kalau tidak,
ya tuhan, bolehkah aku meminjam api-mu?
aku ingin membakar sendiri wujudku.

28 Juli 2010


Antara Mancak dan Menes

dinginku
tak setebal tahun lalu

Menes, 2010


Manusia Lautan

jangan menyerah
wahai manusia lautan
ini adalah langkah awalmu untuk menjadi singa
mengaung, terus mengaung dalam hamparan bumi pertiwi
tajamkan anak panahmu setajam waktu yang terus bergulir
aku disini adalah rajawali yang selalu siap untuk diburu
tapi, burulah aku dengan otakmu
agar aku tak sia-sia menjadi darah
dalam tubuhmu.

26 Agustus 2010



Dolar di Pantai Carita

memang benar
segala pun bisa menjadi segumpal daging
meski bambubambu kau bikin dengan anyaman
menjadi gubuk
menjadi jembatan
lalu kami melangkah dengan langkah tak berdosa
apa mungkin aku terlalu ingin membodohimu?
entah.
tapi bagiku kau terlalu berharap dengan laju anginmu itu
dengan caramu yang konyol
seperti kucing yang mencuri ikan di kandang singa

dan aku pun baru sadar
aku tak lebih dari kucing itu.
....??##?!!

16 September 2010


Dzikir Lautan

subhanallah.
senja ini aku melihat kebesaranmu tuhan
aku ingin sekali menjamah buih-buih
yang telah engkau kirimkan pada bibir pantai
ia datang dengan pasang yang maha
bergemuruh, seperti ia berdzikir akan kuasa -Mu
tapi aku masih disini, diatas teras gubuk
masih menatap ia yang masih memberontak
aku sembari bersua dengan matahari senja yang tengelam
namun tak nampak
sinarnya tertutup kelabumu yang megah di atas awan
nelayan memang benar-benar gigih di tengah lautan
bercengkrama dengan buih-buih nakal itu.
ah, aku masih belum percaya
mereka manusia atau bukan
aku yang berada di bibir pantai
hanya bisa mengelus-elus dada.
subhanallah.
tuhan, kau begitu mencintai umatmu.

Puri Retno, Anyer, 26 September 2010






PIL

pil-pil itu
adalah penjahat kelamin
penjahat waktu
penjahat masa depan
kau bunuh bagian tubuhku secara perlahan
aku kehilangan tangan, kaki, hati, jantung
mungkin sebentar lagi aku yang akan bertemu malaikat
yang siap menyiksaku.
pil-pil itu
telah menyetubuhi ibuku
ia dendam darah-darahnya terus direnggut.
ia murka cahaya-cahayanya redup
bahkan tak menyala sedikitpun. mati.
maka aku disini,
adalah satu-satunya cahaya yang bisa mengembalikan
darah-darah ibu yang telah hilang.
mengembalikan cahaya-cahaya yang telah mati menjadi menyala.
aku ingin memberontak,
aku ingin bermimpi seperti chairil anwar
hidup seribu tahun lagi.

Oktober 2010

Dialog Tuhan dan Manusia
:tentang dosa

tuhan,
apalagi yang akan kau kirim di bumi pertiwi ini
abu neraka, ombak liar, terik mata-mu, air liur-mu
apalagi?
ketika manusia berkata : ”aku mencintai-mu”
kau pun berkata : ”itu ujian dari ku”
ketika manusia berkata : ”aku membenci-mu”
dan kau pun berkata : ” itu azab dariku”
lantas, siapa yang benar?

29 Oktober 2010


Apa yang Harus Aku Katakan pada Alam

apa yang harus aku katakan pada alam,
jika kau sendiri tak bisa menjawab siapa dirimu sendiri
siapa yang menyusuimu, siapa yang membesarkanmu
dulu kau kubelai, sekarang aku kau bantai , kau lupa
lihat! lihat! aku disini, dia, mereka, bangsa
telah kehujanan darah, kehujanan teror, kehujanan maut olehmu
orang-orang disini, orang-orang disana
harus menambal luka-lukaku, luka-luka kami
meski semua itu tak mungkin bisa megembalikan
sebagian nyawa-nyawaku yang sudah hilang
yang sudah mati.
kuberi kau susu, tapi kau beriku nanah
kau muncratkan kotoran-kotoranmu
membikin kami mampus lagi.
hey, jika kau terus-terusan begini, mempermainkan kami,
ya sudah, aku tidak akan membelaimu lagi!
kau sudah tega tumpahkan kado-kado busuk itu kepada kami
kau sudah runtuhkan masa depan kami, anak-anak kami.
tuhan, katakan pada alam
jangan bunuh kami lagi!
ah, tapi aku salah
ternyata,
Kau-lah yang menyuruhnya.
maaf.

Belistra, 2 Desember 2010



                Kronologi Merapi

                           murka
                    tiba             luka
            maka                         duka
       dosa                                    surga
suka                                                neraka
                    nyawa manusia
                   

Serang, Desember 2010


Kado Maut dari Tuhan

sepertinya perut tuhan sudah nampak mual kembali
ketika melihat sepasang mata, kaki, tangan dan lidah
semakin liar dan nakal saja menggerogoti bumi ini.

sepertinya perut tuhan sudah tak mampu dibendung lagi
ketika manusia masih saja menyetubuhi birahi
menyetubuhi nafsu
ocehan-ocehan lidah yang lunak itu hanya palsu
hanyalah angin

kini jelmaan perut-Nya itu semakin membesar
tak tahan ingin muncrat
perutnya tambah buncit
semakin membucit
ingin meledak
meledak
muak
mual
muncrat

kado pun berhamburan mengalir ke udara, laut dan darat
dan manusia menjelma abu.

Desember 2010


Luka Alam

mungkinkah laut sudah marah kepada kita
ketika desember lalu ia mengguncang bangsa ini
menelan ribuan nyawa yang tak berdosa

mungkinkah daratan sudah tak sudi lagi kita injak
sehingga ia menggetarkan tubuhnya
membelah dirinya
dan manusia masuk dalam tubuhnya

mungkinkah udara, gunung, dan awan sudah bosan dengan kita
lagi lagi mereka kompak dengan keliarannya membikin debu panas
lalu menumpahkannya pada ladang-ladang nyawa

manusia,
mati seketika


13 Desember 2010


Permintaan Maaf Merapi

maaf, aku ini memang sudah tua
sudah sering sakit-sakitan
kini, aku terserang lagi oleh penyakit batuk-batuk
dan sudah tidak tertahan

maaf, bila akhirnya kalian yang terkena imbasnya
sekali lagi
maaf.

Desember 2010


Suatu Minggu Udara Sedingin Salju*

aku tak mengira
bakal begini jadinya**
suatu minggu kami terlantar
pada sebuah negeri seumpama salju
udara dingin menerka setiap pucuk tubuhku yang bisu
ujung lidahku sembilu
ujung jari-kaki tanganku keras seumpama batu

suatu minggu udara benar-benar menghantam tubuhku
pun orang-orang disekitarku
seperti ayam yang sedang memburu matahari
benar benar tak ada jalan bagi kami disini
api-api yang sudah menjilati mulut kamipun,
tak mampu mengubah wujud-wujud kami seperti semula

suatu minggu di negeri salju
kami kehilangan kunci
entah angin apa yang membuat mamang sopir ngelindur
memikirkan istri, mungkin.
orang-orang banyak bacot
disana, disini.
ah, kami hanya menelan angin saja. kosong.
hingga senja usai,
kabut-kabut sudah murka dan berganti semprotan gurita
tapi kami masih saja seperti cacing kepanasan
kami ingin kembali menatap debu-debu di negeri kami
kami ingin kembali!
kembali!
melupakan suatu minggu
udara sedingin salju.

*( Wan Anwar)
** (Chairil Anwar)

Cianjur-Serang, 5—6 Desember 2010


Aku dan Kamu, Satu

saat aku menatap sepasang bola matamu yang biru
aku merasa ada sesuatu yang aneh,
tatapanmu seakan memberikanku sebuah isyarat yang tak sempat terucap
kedua bola mataku merasa gugup ditatapmu
kau terus menatap, aku semakin terjerat.
bulu-bulu matamu begitu genit, begitu centil
kau semakin merayu dan menggoda bulu-bulu mataku ini
darah di kepalaku seakan memuncak ke ujung rambut
dan
saat aku menatap bibirmu,
sepertinya ia pun terlihat ingin menyampaikan sesuatu
keningku berkeringat
seakan ia tahu, bahwa ia yang menjadi sasaran bibirmu itu,
kecupanmu
dan
saat aku menatap hidung mungilmu
aku seperti merasakan suara pada desah nafasmu
terdengar untaian:
“sayang, aku ingin hidup bersamamu”
dan
saat benar-benar kupandangi dekat bulat wajahmu
serupa aku memandang sendiri wajahku.

Desember 2010


Esok Matahari Akan Terbit Kembali

ada apa dengan bangsa ini,
sejak matahari terbit subuh tadi
terpaan badai sudah mulai menggoncang
tubuh negeri ini
sedangkan manusia, 
sepertinya enggan untuk menafsirkan
segala isyarat itu.
manusia tidak ingin tahu, atau malah tidak mau tahu.

siang hari, tubuh negeri ini mulai menjerit kesakitan
dan manusia malah menambah rasa sakit itu
dengan mengobral-obral moralnya dilayar televisi
sebagian orang melihat tubuh manusia itu seperti keledai,
telanjang pula.
moral manusia sudah terbelenggu oleh uang dan nafsu
bangsa ini dianggap sebagai ladang-ladang darah biru

menjelang sore, sepertinya manusia sudah tidak lagi peduli dengan tuhan
doa diabaikan dan dosa sudah dianggap sebagai kewajaran
maka jangan salahkan tuhan jika jari-jari-Nya
akan segera meremas-remas tubuh alam negeri ini
dan tentu saja ini akan semakin menambah jeritan serta tangisan  
bumi pertiwi yang tak kunjung henti.

sudahlah, cukup!
jangan sampai bangsa ini terus-terusan banjir air mata
sudah, jadikan jeritan hari ini sebagai sebuah sejarah berduri
yang pasti akan lenyap.

lihat! kini matahari akan segera mengucap salam dan tenggelam
dan yakinlah bahwa esok hari
matahari pasti akan terbit kembali dengan sapaan yang baru.

22 Desember 2010

Pisau Negeri

sudahlah, jangan perdebatkan lagi masalah angin, gempa,
awan, ombak, debu, moral, uang, dan sebagainya pada negeri ini
negeri ini sudah cukup lelah mendengar dan merasakan jeritan-jeritan
tubuhnya yang terus terukir oleh sayatan pisau tajam yang tiada henti.
diasah lagi pisau itu, lalu diukir lagi
diasah lagi pisau itu, lalu mencari mangsa lagi
diasah lagi pisau itu, jadi setengah mati negeri ini

ah, sudahlah.
tak ada gunanya menyalahkan pisau itu
tak ada gunanya menyalahkan angin, gempa, awan... dan sebagainya
mari kita berjalan ke arah barat
ikuti arah matahari hingga sinarnya terlelap
mari buka mata, lihat, lihat ke arah timur
wajah negeri, tersenyum kembali.

Desember 2010


Masa Depan Indonesia

sudah selayaknya,
abu berganti madu.

Desember 2010