Sastra dan Kita

Minggu, 02 Januari 2011

Nasib Lelaki Diskotek



Botol-botol berserakan di atas meja billiar, terlihat seperti tumpukan sampah yang tidak terurus. Lampu-lampu berkelap-kelip di setiap sudut ruangan. Pelacur-pelacur malam asik berjoget, ditemani para lelaki hidung belang dengan diiiringi musik DJ yang begitu menyatukan isi ruangan. Di sebelah kiri disamping toilet terlihat seorang pelacur ayu nan cantik sedang asik bercumbu dengan lelaki separuh baya. Sekiranya lelaki itu berumur tiga puluh lima tahun.
Malam itu adalah malam yang sangat indah bagi Hartono. Seperti biasa, Hartono sering pergi ke diskotek diakhir pekan untuk sekadar menghilangkan rasa penatnya. Kerena lima hari penuh ia lembur bekerja. Kerjanya adalah sebagai kuli bangunan. Namun gajinya cukup memuaskan. Dan sekarang sedang menyelesaikan proyek bangunan disalah satu Universitas ternama di Serang.
Hartono sering pergi ke diskotek lantaran sering jenuh dengan omelan sang istri di rumah. Setiap malam mereka selalu bertengkar seperti kucing dan anjing. Bukannya disambut dengan senyuman saat suami pulang kerja, malah sebaliknya. Istrinya selalu bermuka manyun sambil menodong minta uang yang banyak. Hartono kesal dengan sikap istrinya yang berulang kali seperti itu.

***
Pada suatu malam.
“Mas, kemana aja gak pulang-pulang?! istrinya mengomel.
“Apa sih kamu?! Suami pulang bukannya di sambut dengan baik malah sewot!” Hartono membalas.
Tiba-tiba anak mereka yang masih bayi menangis dari kamar tidur, lantaran karena mendengar ayah dan ibunya bertengkar.
“Urus tuh anakmu! Jangan bisanya ngomel dan minta duit melulu!”  bentak Hartono.
“Eh, kalo gak pake duit anakmu makan pake apa? Pake batu?!”  tak kalah bentak.
Malam itu adalah malam pertempuran yang sangat sengit seperti perang dunia ke-3 saja. Perkawinan mereka merupakan hasil perjodohan orang tua, bukan atas dasar cinta. Hartono tidak tidak ingin mengecewakan pilihan orang tuanya. Maka ia rela menjadikan Tina sebagai istrinya.
***
Suatu hari, anak Hartono menderita sakit. Anaknya menderita demam tinggi. Tina kewalahan menghadapi sang bayi. Ia sendirian di rumah. Sampai senja pun tengah menenggelamnya wajahnya, Hartono belum juga kelihatan batang hidungnya. Tina terus saja menangis.  
Malam sudah mulai larut, jejak Hartono pun masih belum terdengar. Karena anaknya sudah terlihat sangat memprihatinkan, Tina pun bergegas keluar rumah, pergi menuju klinik terdekat. Ia terpaksa meski tanpa membawa uang sepeser pun.
Sesampainya di depan klinik, Tina melihat anaknya sudah terlihat pucat dan kaku serta tangannya dingin dan mulutnya tak bersuara. Tuhan sudah berkehendak.
Tina tak kuasa mengucurkan air mata dengan begitu derasnya. Anak semata wayangnya yang selalu menghibur ia dari derita ayahnya, kini harus pergi meninggalkanya. Tina tersungkur di tanah tak henti-hentinya ia menangis. Sampai akhirnya ada seorang perempuan yang menolongnya dan membawanya pulang ke rumah.
***
Di luar sana Hartono masih asik bermain cinta dengan seorang janda di diskotek. Langsung ia tuntaskan kemaksiatannya dengan cepat-cepat memakai baju dan celana dalamnya saat ia dikabari oleh temannya bahwa anaknya telah meninggal dunia.
“Mas mau kemana?” tanya janda itu dengan muka manyun. Namun Hartono tidak menghiraukannya, lalu bergegas keluar dari kamar.
Sesampainya di rumah, Hartono seakan tidak percaya kalau anak semata wayangnya telah meninggal dunia. Saat itu di rumahnya ramai sekali dengan orang-orang. Hartono tak kuasa menangis dan menyesali atas segala perbuatannya. Hartono memandang istrinya yang ada di sampingnya. Mereka saling beradu pandang. Mereka saling memeluk.
***
Setahun berlalu. Hartono menjalani kehidupan yang baru dengan istrinya. Sejak kematian anak mereka, Hartono semakin sayang kepada Tina. Ia selalu menjaganya dan tidak pernah lagi pergi ke diskotek untuk bermain wanita. Tina juga sudah tidak pernah mengomel lagi minta uang kepada Hartono. Hubungan mereka semakin harmonis. Sekarang mereka tengah menantikan calon pengganti anaknya yang dulu meninggal. Ya, kini Tina tengah hamil anaknya yang kedua dan sekarang usia kandungannya genap delapan bulan. Tina menjaga dan merawat anak yang ada dalam perutnya dengan penuh hati-hati. Dengan makan teratur dan minum vitamin untuk menjaga kestabilan dirinya dan si calon bayi supaya tetap sehat.
Kelahiran sang pujaan hati tinggal menghitung hari. Semua perlengkapan buat sang calon bayi sudah dipersiapkan dengan matang. Dengan membeli baju, mainan dan sebagainya. Mereka tidak sabar menanti kelahirannya.
***
Sore hari, Hartono dan istrinya sedang asik duduk di beranda rumah sambil bergurau. Mereka sedang bermanja-manjaan. Hartono mengelus-elus perut istrinya dengan penuh kasih sayang. Namun, Tiba-tiba saja ada seorang wanita yang datang dihadapan mereka. Dengan menggendong seorang anak kiranya masih berumur satu tahun.
 “Brakkkk....!” Wanita itu melemparkan kopernya dihadapan Hartono dan Tina. Seraya Hartono dan Tina tersentak kaget. Mereka saling memandang dengan air muka bingung. Kemudian wanita itu dengan lantangnya berbicara.
“Tono, ini anakmu! Kamu enak saja meninggalkan aku seperti ini!”
 “Kamu siapa?” Kok tiba-tiba mengaku kalau itu anak saya?” bantah Hartono.
“Alaaah, jangan pura-pura deh! Kamu lupa dengan saya? Ini anak hasil dari hubungan kitaTegas wanita itu.
Hartono baru teringat. Kalau wanita itu adalah janda yang pernah ditidurinya setahun silam di diskotek. Dengan pura-pura tidak tahu, Hartono mengusir wanita itu dengan mengatakan ia orang gila. Istri Hartono hanya bisa bingung melihat pertengkaran suaminya dengan wanita yang tidak jelas asal-usulnya itu.
Pertengkaran sengit pun terjadi antara Hartono dan wanita itu. Kemudian wanita itu menunjuk istri Hartono sambil berkata,
“Mbak, suruh suamimu untuk bertanggung jawab atas perlakuannya! Suruh dia mengaku kalau ini anak dia!”
Tina hanya diam, lalu memandang wajah suaminya dengan rasa tidak percaya. Lalu dengan tekanan suara lemah lembut sambil meneteskan air mata, “Apa bener Mas, apa yang di katakan wanita ini? Kalau bayi yang digendongnya adalah anak hasil hubungan gelapmu? Kamu tega Mas!”
Kesedihan mendalam menaungi batin Tina. Suaminya hanya bisa menunduk, diam seribu bahasa. Tina langsung masuk ke dalam rumah dan mengambil barang-barang yang ada di dalam lemari kamarnya, lalu di masukkan ke dalam koper besar. Tina keluar rumah dengan membawa kopernya sambil berlari. Hartono mencegah, ditariklah tangan istrinya.        
“Tin, mau kemana? Kamu itu sedang hamil tua Tin!” Hartono mengingatkan.
“Aku mau pulang saja ke rumah ibu. Kamu bener-bener jahat Mas! Aku tidak terima!air mata bercucuran di pipinya. Tina menghentakkan tangan dari pegangan suaminya. Ia pun bergegas lari menuju jalan raya. Hartono mengejarnya. Janda itu hanya tercengang melihat Hortono dan istrinya bertengkar.
Tina tidak menghiraukan di sekelilingnya. Ia berjalan tak melihat arah depan, arah matanya matanya tersungkur ke bawah. Tidak sadar Tina tengah berada tepat di tepi jalan raya. Di sebelah kanan terlihat mobil truk besar bermuatan es balok sedang mengebut. Tina menengok ke kanan karena truk itu membunyikan klaksonnya. Tapi Tina tidak keburu menghindar.  Hartono hanya bisa menangis melihat istrinya berlumuran darah serta anak yang ada dalam perut istrinya pun terkena imbasnya.

                                                                                                                                         2009






Tidak ada komentar:

Posting Komentar