Sastra dan Kita

Rabu, 15 Juni 2011

RESENSI BUKU

Judul Buku: Bismillah, Aku Tidak Takut Gagal!
Penulis: Ummu Azzam, dkk.
Penerbit: QultumMedia, Jakarta
Tahun Terbit: Mei 2011
Tebal Buku: 262 hal.
ISBN: 979-017162-5


Rencana Tuhan di Balik Sebuah Kegagalan


Adakah manusia di dunia ini yang belum pernah mengalami kegagalan? Saya yakin jawabannya pasti tidak ada. Semua orang pasti pernah merasakannya. Entah itu tukang beca, kuli bangunan, mahasiswa, pejabat, presiden, bahkan Rasulullah, yang dulu ditentang oleh orang-orang Quraisy pada masa-masa awal dakwahnya, sampai akhirnya beliau pernah dicaci maki, dicemoohkan, bahkan dikucilkan.
Di dalam kehidupan ini, kegagalan kerap kali menjadi momok atau bumerang yang menakutkan bagi beberapa orang. Terkadang mereka melarikan diri dari kegagalan itu, padahal ia belum mencoba terlebih dahulu. Terkadang pula mereka menganggap bahwa kegagalan adalah akhir dari segalanya, yang mungkin bisa saja membuat orang itu frustrasi dan akhirnya melakukan tindakan konyol dan bodoh dengan mengakhiri hidupnya. Na'udzubillah.
Akan tetapi tidak dengan buku yang satu ini. Buku yang berjudul "Bismillah, Aku Tidak Takut gagal!" ini merupakan sekumpulan kisah nyata yang ditulis oleh 26 penulis tentang semangat mengadapi sebuah kegagalan. Buku dengan tebal 262 halaman ini sangat menarik untuk dibaca. Dengan gaya bahasanya yang sederhana, lugas, dan mudah dipahami, serta dibimbing dengan ayat-ayat Al-quran yang semakin membuat saya sejuk dan ketagihaan untuk terus membacanya tanpa henti. Kisah-kisah dalam buku ini begitu inspiratif dan menggugah.
Misalnya saja karya Ummu Azzam "Tak Ada Sesal dalam Gagal", menceritakan tentang kegagalan ayahnya yang selalu diberi cobaan semenjak Azam belum lahir. Ayahnya adalah seorang padagang soto keliling. Ia selalu di buru oleh polisi karena berjulan pinggiran, sampai ia pun pernah di penjara. Namun ketika azzam sudah lahir alhamdulillah ayahnya sudah punya toko sendiri meskipun kecil-kecilan. Akan tetapi kejadian naas terjadi. Rumahnya digusur oleh pemerintah ketika ayahnya sedang menjenguk azzam di pesantren (azzam sudah menginjak SLTP). Meskipun pemerintah mengganti segala harta benda yang rusak, namun itu tidak cukup untuk mengembalikan harta benda mereka yang dulu. Toko mereka yang lenyap, musnah. Akhirnya ayahnya mencari usaha lagi, Alhamdulillah kali ini dibantu oleh Pak De Azzam untuk berjualan kelontong ditempatnya. Namun lagi-lagi hal yang tidak diinginkan terjadi. Tetangga-tetangga yang dekat rumah Pak De Azzam pun tidak ada yang suka dengan ayah Azzam yang berjuakan disitu. Katanya, bikin dagangan mereka tidak laku saja! Tapi azzam dan ayahnya mengelus dada dengan beristigfar.
Tidak kalah inspiratif juga dengan kisah Intan HS "Bertahan dalam Kegagalan", menceritakan tentang kegagalan Intan yang bertubi-tubi. Entah itu pekerjaannya maupun masalah keluarganya. Usaha yang ia tangani selalu berujung kegagalan. Dari usaha konveksi (tukang jahit) yang gagal, rumah makan yang sepi pembeli, dan sekarang berganti berjualan buku. Akan tetapi masih saja sepi pembeli. Belum lagi masalah keluarganya yang dirundung pilu. Ia tidak bisa mempunyai anak. Ia terserang penyakit rahim terbalik sehingga sulit terjadi pembuahan. Begitu juga dengan suaminya, ia terserang penyakit oligoasthenozoospermia, yaitu benihnya juga lemah untuk membuahi sel telur. Rumah tangga yang sudah dijalani lebih dari 5 tahun itu kini tidak harmonis. Suaminya pergi entah kemana karena perihal penyakit yang di derita oleh kedua insan itu. Intan pun tinggal sendirian di rumah. Ia selalu berdoa, memohon kepada Allah supaya ia tetap tabah menjalani hidup ini. Dan syukur alhamdulillah dua bulan kemudian suaminya datang kembali dan meminta maaf.
Buku yang ditulis olah Ummu Azzam, dkk. ini tidak hanya mengisahkan tentang kegagalan seorang pedagang dan rumah tangga saja, banyak pula yang mengisahkan tentang kegagalan saat menempuh pendidikan.
Misalnya dalam kisah Suhairi, "Dari Bisnis Terasi, Hingga Menulis di Media". Perjuangan seorang mahasiswa kampung yang kuliah di Universitas Jember. Ia anak petani yang hidupnya pas-pasan. Suhairi merupakan orang ketiga yang bisa melanjutkan kuliah di kampungnya. Akan tetapi orang-orang di kampungnya mengejek ia dan keluarganya. Mana bisa orang kampung sukses dan bisa melanjutkan kuliah. Toh akhirnya mereka juga nantinya kembali lagi ke kampung, ke sawah lagi- ke sawah lagi, kata mereka. Awalnya Suhairi merasa putus asa dengan cemoohan itu. Apalagi dengan kondisi keuangannya yang sudah tidak memungkinkan lagi. Orang tuanya sudah menjual harta bendanya, tapi masih saja kurang untuk membiayainya. Sampai akhirnya, Suhairi dengan temannya berinisiatif dagang terasi, meskipun malu tapi penghasilannya lumayan. Selain itu, Suhari yang kuliah di jurusan Sastra menyadari bakat dirinya bahwa ia bisa menulis di media. Ia yakin, ia bisa. Dan alhamdulliah beberapa karyanya di muat di berbagai media dengan honor yang memuaskan. Sampai akhirnya ia bisa lulus kuliah tanpa merepotkan orang tua. Dan akhirnya orang-orang sekampungnya sadar bahwa Suhairi bisa dan sukses.
Begitu juga dengan kisah Zahriyah Inayati "CPNS Oh CPNS" yang menurut saya agak konyol. Kisah ini menceritakan seorang perempuan yang terobsesi menjadi PNS. Setiap kali ada tes CPNS, ia tidak pernah ketinggalan untuk mendaftar. Akan tetapi ia selalu gagal. Ia bermimpi bisa menjadi orang kaya dengan menjadi PNS. Gara-gara ia selalu memikirkan PNS, ia sampai lupa dengan umurnya yang sudah tua. Yang seharusnya sudah menikah. Sampai akhirnya ia sadar, selama ini ia hanya memikirkan kepentingan duniawi, sunatullah ia tinggalkan. Baginya, mungkin hal itu yang membuatnya selalu gagal. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk menikah, dan melupakan mimpi menjadi PNS itu. Beberapa bulan kemudian setelah resepsi pernikahannya digelar ia terkejut melihat hasil tes CPNS yang kemarin di ikutinya ternyata membuahkan hasil. Ia diterima menjadi PNS. Subhanallah!

Memiliki Motto Hidup
Hidup kadangkala butuh sesuatu yang mampu membuat kita bangkit kembali dari keterpurukan. Bangkit dari setiap kegagalan yang pernah mendera. Saya yakin, setiap orang mempunyai cara tersendiri untuk bangkit dari keterpurukan itu. Begitu juga dengan para penulis buku ini. Mereka memiliki senjata yang ampuh untuk membangkitkan kembali gairah hidup mereka. Para penulis buku ini mempunyai motto hidup yang begitu beragam, ada yang mengutip perkataan dari sastrawan, ilmuan, dan yang pastinya dari Rosulullah SAW yang begitu sangat menggugah dan mampu menggetarkan jiwa manusia.
Suhairi, dengan motto hidupnya yang mengutip dari Thomas Alfa Edison "Saya tidak akan gagal, hanya menemukan ribuan kali cara yang salah. Saya pasti sukses karena kehabisan percobaan yang salah". Abdullah, dengan mengutip puisi dari sastrawan Taufik Ismail "Kita harus berjalan terus. Karena berhenti atau mundur,, berarti hancur." Zahriyah, mengutip dari hadits nabi “Kejarlah akhirat maka dunia akan mengikuti kita, sebaliknya kejarlah dunia maka akhirat akan meninggalkan kita.” Atau dengan membuat kutipan sendiri, seperti Nissa “Menang adalah ujian. Kalah adalah tantangan. Ridha Allah jadi tujuan. Allah tak pernah salah dalam menuliskan takdir hamba-Nya.”
Bagi mereka motto hidup adalah sugesti jiwa yang sangat penting.
Lalu, bagaimana menurut Anda?



Penulis:
Aray Rayza Alisjabana (Encep A), Mahasiswa Diksatrasia Untirta.
Bergiat di Belistra dan Kubah Budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar